Senin, 16 Februari 2015

budidaya udang windu 100% Berhasil

I. Pendahuluan
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air
payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas
kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh
ditutupi oleh kerangka luar yang disebut
eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di
pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut.
Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari
udang air tawar, terutama di daerah sekitar
sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air
tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga
Palaemonidae, sehingga para ahli sering
menyebutnya sebagai kelompok udang
palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga
Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid
oleh para ahli.
Udang merupakan salah satu bahan makanan
sumber protein hewani yang bermutu tinggi.
Bagi Indonesia udang merupakan primadona
ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia
terhadap udang rata‐rata naik 11,5% per tahun.
Walaupun masih banyak kendala, namun hingga
saat ini negara produsen udang yang menjadi
pesaing baru ekspor udang Indonesia terus
bermunculan. Budidaya udang windu di
Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an,
dan mencapai puncak produksi pada tahun
1985-1995. Sehingga pada kurun waktu tersebut
udang windu merupakan penghasil devisa
terbesar pada produk perikanan. Selepas tahun
1995
JENIS
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub‐klas : Malacostraca (udang‐udangan tingkat
tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub‐ordo : Natantia (kaki digunakan untuk
berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
MANFAAT
!) Udang merupakan bahan makanan yang
mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan
rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya
hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100
gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan
vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan
mineral yang penting adalah zat kapur dan
fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per
100 gram bahan.
2) Udang dapat diolah dengan beberapa cara,
seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk,
dll. 3) Limbah pengolahan udang yang berupa
jengger (daging di pangkal kepala) dapat
dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan
hidrolisat protein.
4) Limbah yang berupa kepala dan kaki udang
dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber
kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5) Limbah yang berupa kulit udang mengandung
chitin 25% dan di negara maju sudah dapat
dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik,
bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6) Chitosan yang terdapat dalam kepala udang
dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena
tahan api dan dapat menambah kekuatan zat
pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut
dalam air.
II. Teknis Budidaya
Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor,
yaitu :
2.1. Syarat Teknis
- Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu
pada daerah pantai yang mempunyai tanah
bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah
dipadatkan sehingga mampu menahan air dan
tidak mudah pecah.
- Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas
0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan
bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya.
- Mempunyai saluran air masuk/inlet dan
saluran air keluar/outlet yang terpisah.
- Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu
benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
- Pada tambak yang intensif harus tersedia
aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator
sendiri.
2.2. Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi
pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan
menjadi :
- Tambak Ekstensif atau tradisional.
Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut
yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan
bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan
pupuk dan obat-obatan dan program pakan
tidak teratur.
- Tambak Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka,
bentuk petakan teratur tetapi masih berupa
petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat
penebaran masih rendah, penggunaan pakan
buatan masih sedikit.
- Tambak Intensif.
Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak
dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat
kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan
pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah
menggunakan kincir, serta program pakan yang
baik.
2.3. Benur / BIBIT
Pembibitan
2.4. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan, meliputi :
- Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti
meninggalkan sisa budidaya yang berupa
lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang
dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut
harus dikeluarkan karena bersifat racun yang
membahayakan udang. Pengeluaran lumpur
dapat dilakukan dengan cara mekanis
menggunakan cangkul atau penyedotan dengan
pompa air/alkon.
- Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak
perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul
untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan
Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk
menggemburkan tanah dan membunuh bibit
panyakit karena terkena sinar matahari/ultra
violet.
- Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan
keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit
penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan
Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha.
- Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan
hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah,
untuk membunuh bibit penyakit.
- Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik
Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan
lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan
alami/plankton dan menetralkan senyawa
beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON
dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang
masih baik atau masih baru dan 10 botol TON
untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya
masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian
aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke
seluruh areal lahan tambak.
2.5. Pemasukan Air
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke
tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi
10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk
memberi kesempatan bibit-bibit plankton
tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah
itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm.
Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk
membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk
menyuburkan plankton sebelum benur ditebar,
air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan
dosis 600 kg/ha.
2.6. Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu
setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan
kecerahan air kurang lebih 30-40 cm.
Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati,
karena benur masih lemah dan mudah stress
pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran
benur adalah :
- Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam
selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian
suhu antara air di kolam dan di dalam plastik.
- Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat
pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan
terapung selama 15 30 menit agar terjadi
pertukaran udara dari udara bebas dengan
udara dalam air di plastik.
- Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan
dengan cara memercikkan air tambak ke dalam
plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi
percampuran air yang berbeda salinitasnya,
sehingga benur dapat menyesuaikan dengan
salinitas air tambak.
- Pengeluaran benur. Dilakukan dengan
memasukkan sebagian ujung plastik ke air
tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air
tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri,
dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/
perlahan.
2.7. Pemeliharaan.
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah
penebaran benur disekat dengan waring atau
hapa, untuk memudahkan pemberian pakan.
Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan
perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat
dapat dibuka. Pada bulan pertama yang
diperhatikan kualitas air harus selalu stabil.
Penambahan atau pergantian air dilakukan
dengan hati-hati karena udang masih rentan
terhadap perubahan kondisi air yang drastis.
Untuk menjaga kestabilan air, setiap
penambahan air baru diberi perlakuan TON
dengan dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk
menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta
menetralkan bahan-bahan beracun dari luar
tambak.
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk
mengetahui pekembanghan udang melalui
pertambahan berat udang. Udang yang normal
pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah
udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling
dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan
organik terlarut yang berasa dari kotoran dan
sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu
sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit
setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400
kg/ha. Pada setiap pergantian atau
penambahan air baru tetap diberi perlakuan
TON.
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus
diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan
kontrol terhadap kondisi udang. Setiap
menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai
dengan warna keruh, kecerahan rendah)
secepatnya dilakukan pergantian air dan
perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi
bahan organik dalam tambak yang semakin
tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan
hidup udang juga semakin menurun, akibatnya
udang mudah mengalami stres, yang ditandai
dengan tidak mau makan, kotor dan diam di
sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan
terjadinya kanibalisme.
2.8. Panen.
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya
bobot panen (panen normal) dan karena
terserang penyakit (panen emergency). Panen
normal biasanya dilakukan pada umur kurang
lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 -
50. Sedang panen emergency dilakukan jika
udang terserang penyakit yang ganas dalam
skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih).
Karena jika tidak segera dipanen, udang akan
habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang
baik adalah yang berukuran besar, kulit keras,
bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih
hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat
panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau
jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat
panen yang baik yaitu malam atau dini hari,
agar udang tidak terkena panas sinar matahari
sehingga udang yang sudah mati tidak cepat
menjadi merah/rusak.
III. Pakan Udang.
Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan
alami yang terdiri dari plankton, siput-siput
kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus
(sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk).
Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa
pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi
intensif, pakan buatan sangat diperlukan.
Karena dengan padat penebaran yang tinggi,
pakan alami yang ada tidak akan cukup yang
mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat
dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang
berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang
yang normal.
a. Umur 1-10 hari pakan 01
b. Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02
c. Umur 16-30 hari pakan 02
d. Umur 30-35 campuran 02 dengan 03
e. Umur 36-50 hari pakan 03
f. Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S
(jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70
hari).
g. Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada
umur 85 hari size rata-rata mencapai 50,
digunakan pakan 05 hingga panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000
ekor adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali
ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur
tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah
pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan.
Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah
3 jam, size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40
adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5
jam dari pemberian.
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu
penambahan nutrisi lengkap dalam pakan.
Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC
NASA yang mengandung mineral-mineral
penting, protein, lemak dan vitamin dengan
dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari
dan setelah itu 10 cc/kg pakan hingga panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar